Rabu, 04 Mei 2022

Jurnal Refleksi Minggu 1

 JURNAL

REFLEKSI MINGGU 1

24 Oktober 2021

Minggu ini adalah awal dari pembekalan Pendidikan guru penggerak secara daring melalui LMS. Jika biasanya pembekalan dilakukan secara tatap muka, namun karena pandemic yang belum berakhir, maka pembekalan dilakukan secara daring. Pembekalan secara daring membutuhkan banyak waktu sendiri untuk belajar melaui modul yang diberikan di LMS. Konsep pembelajaran MERRDEKA yang diterapkan membuat saya harus benar – benar belajar secara pribadi melalui modul yang disediakan.  Saya diarahkan untuk dapat membuat pendapat atau pandangan saya terhadap Pendidikan yang saya tekuni selama ini. Saya juga belajar untuk aktif dalam pembelajaran sekalipun secara daring karena adanya deadline yang harus diselesaikan dalam setiap kegiatan. Yang lebih menarik, saat berkolaborasi dengan rekan tanpa ada tatap muka. Disini saya belajar untuk saling membantu dan saling mengingatkan akan tugas maupun aktivitas yang dikerjakan dalam LMS.

Minggu ini membahas tentang Refleksi Filosopi Pendidikan Kihajar Dewantara yang didalamnya mengingatkan kembali akan esensi Pendidikan Indonesia, yakni anak sebagai pusat pembelajaran.  Saat saya merenungkan kembali apa yang menjadi tujuan saya mengajar, bagaimana saya mengajar, metode pengajaran yang saya buat, ternyata saya menyadari bahwa saya belum sepenuhnya memusatkan siswa sebagai tokoh utama pembelajaran. Saya ternyata lebih berfokus pada capaian – capaian pembelajaran tanpa melihat apakah siswa tersebut sudah dapat memahami  atau tidak materi yang saya berikan.  Selain itu, saat pembelajaran minggu ini, saya sangat tersentuh ketika diingatkan lagi pada saat diskusi secara daring bersama fasilitator bahwa pembelajaran itu bersifat bermain. Pada awalnya saya mengira jika pembelajaran bermain itu dapat diterapkan hanya pada anak paud sampai SMP. Jika sudah SMA, metode pembelajaran tidak cocok lagi metode bermain.  Ternyata saya salah besar, karena jangankan siswa, orang dewasa juga menyukai permainan, terlebih seorang siswa. Saya melakukan aksi nyata di dalam kelas. Saya mulai mencoba memulai pembelajaran dengan membuat permainan sebelumnya dan dalam menyampaikan pembelajaran saya mencoba membuat pembelajaran yang ada permainanya. Sebelum memulai pembelajaran, saya meminta siswa menuliskan perasaan mereka dalam satu kalimat menggunakan bahasa inggris. Saya tahu, kalau pembelajaran bahasa Inggris bukanlah pembelajaran yang disukai oleh kebanyakan siswa. Terlebih sangat sedikit kosakata pembelajaran yang mereka kuasai. Saya mencoba memotivasi mereka untuk dapat membuat kalimat dalam bahasa Inggris walau dengan kata – kata yang sangat sederhana. Saya juga meminta mereka untuk menggambarkan sesuatu sesuai materi pembelajaran. Pada saat melakukan kedua kegiatan tersebut saya melihat siswa sangat tertarik terlebih saat menceritakan perasaan mereka. Bahkan, ada yang sampai ingin menangis karena ada masalah keluarga. Siswa juga saya lihat lebih berani untuk berbicara di depan teman- temannya. Siswa saya minta untuk berbicara di depan dengan tetap ada membuat kata atau kalimat bahasa Inggris. Saya meminta mereka untuk berani mengucapkan kata – kata dalam bahasa Inggris walaupun mereka belum terbiasa.

Dari proses pembelajaran yang saya lakukan ada hal baik yang saya alami, yakni saya belajar melihat kebutuhan siswa.  Saat saya membuat pembelajaran yang  lebih mengajak mereka menyampaikan yang ada di pikiran mereka, mereka sangat antusias. Selama proses pembelajaran ini ada banyak hal baik yang saya temukan, diantaranya siswa lebih menyenangi pembelajaran yang diselingi dengan permainan. Selain itu juga saya melihat mereka mulai terbiasa bebicara di depan kelas dengan menggunakan kata kata bahasa inggris. Ini adalah hal baik yang saya temukan dalam diri siswa saya. Selain itu saya juga berproses untuk terus belajar menjadikan siswa sebagai capaian pembelajaran. Namun, dalam berproses ini ada juga kesulitan dan hambatan yang saya temukan, Hambatan yang terbesar yang saya temukan adalah saat siswa belum berani mengekspresikan dirinya. Mereka hanya mampu mengekspresikan dirinya dalam satu atau dua kalimat. Hal ini tentu menjadi penghalang juga bagi saya untuk dapat mengetahui sejauh mana pemahaman mereka tentang pembelajaran yang saya berikan. Sikap ini membuat saya sedikit kesulitan. Selain itu, keterbatasan kosa kata siswa dalam bahasa inggris membuat saya kesulitan dalam memberikan materi pembelajaran. Untuk mengatasi itu, saya mencoba untuk meminta siswa membuat kalimat kalimat singkat dengan menggunakan bahasa inggris. Selain itu juga, saya lebih banyak bertanya kepada siswa. Saya mencoba untuk membiasakan mereka supaya berani untuk berbicara dan menyampaikan pendapat mereka di depan umum.

Selama pembelajaran ini berlangsung saya merasa sangat tertantang. Saya tertantang untuk dapat mengerjakan seluruh aktivitas yang ada di LMS sekalipun banyak tugas lainnya yang harus diselesaikan juga. Saya juga tertantang bagaimana perlunya berkomunikasi dengan rekan satu kelompok yang tidak dapat bertemu secara langsung. Saya semakin penasaran untuk pembelajaran – pembelajaran selanjutanya.

Saat saya menerapkan aksi nyata kedalam kelas saya, saya merasa ternyata masih banyak yang harus saya pelajari sebagai seorang guru, terutama dalam menciptakan pembelajaran – pembelajaran yang menarik bagi siswa yang di dalamnya ada unsur permainan. Selain itu juga, saya merasa perlu belajar bagaimana dapat membuat siswa supaya mampu berbicara di depan kelas dan mereka mampu menyampaiakan apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka fikirkan. Sangat perlu untuk mengetahui perasaan siswa sebelum memulai pembelajaran. Hal ini terlihat saat ada siswa yang ketika ditanya mengenai perasaannya dia tidak banyak bercerita. Hanya menggunakan dua atau tiga kalimat ketika menyampaikan perasaannya. Melihat hal ini saya merasa perlu juga untuk belajar bagaimana menjadi sahabat bagi mereka. Mungkin masih ada rasa segan dalam diri siswa saya itu.

Selama proses ini ada beberapa pelajaran yang saya dapatkan. Pertama, saya belajar bahwa Pendidikan itu berpusat pada siswa sesuai dengan yang dikatakan oleh Bapak Pendidikan Indonesia. Guru hanya sebagai penuntun bagi siswa untuk dapat mencapai cita – cita mereka.  Dengan kata lain, siswa lah yang utama disini. Guru hendaknya terus belajar melihat bahwa siswa sebagai yang utama.  Yang kedua, saya melihat bahwa belajar sambil bermain adalah metode yang disukai oleh siswa. Pembelajaran yang tidak monoton di dalam kelas, akan membuat siswa menyukai pembelajaran yang saya berikan. Pembelajaran di luar kelas juga sangat disukai oleh siswa.  Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain untuk anak SMA merupakan hal baru bagi saya. Selama ini saya mengangap kalau bermain itu hanya untuk anak TK sampai SMP.

Dari proses yang saya jalani selama minggu ini, saya akan terus belajar untuk dapat menjadi guru yang kreatif yang tetap berpusat pada siswa. Saya akan terus belajar bagaimana supaya siswa tetap dapat berkreasi sesuai dengan kemampuannya. Saya juga akan terus mengajak siswa berkomunikasi selama pembelajaran agar mereka terbiasa untuk menyampaikan pendapat dan pemikiran mereka terhadap sesuatu hal, sehingga ini juga melatih mereka supaya terbiasa berbicara di depan umum. Ini lah tindakan – tindakan yang dapat saya lakukan  setelah belajar dari peristiwa – peristiwa selama pembelajaran.

 

 


      Siswa menceritakan tentang materi pembelajaran melalui sebuah gambarPembelajaran di luar kelas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aksi Nyata Modul 1.4 Budaya Positif

  Mewujudkan Budaya Positif di Kelas XII IS 2 SMA Negeri 1 Namorambe       Awal tahun pembelajaran semester ini telah dimulai. Sesuai dengan...